Sunday, May 6, 2012

(Film) Malaikat Tanpa Sayap: Hidup nggak pernah mudah...

Saat kau harus memilih untuk pergi, atau ditinggal pergi...





Jenis Film : Drama
Produser : CHAND PARWEZ SERVIA
Produksi : PT. KHARISMA STARVISION PLUS
Sutradara : Rako Prijanto

Cast Pemain
Adipati Dolken - Vino
Maudy Ayunda - Mura
Surya Saputra - Amir (Ayah Vino)
Agus Kuncoro - Calo
Ikang Fawzi - Ayah Mura
Kinaryosih - Mirna (Ibu Vino)
Geccha Qheagaveta - Wina

Jalan Cerita
Vino (Adipati Dolken) tidak terlalu dekat dengan keluarga apalagi setelah papanya, Amir (Surya Saputra) bangkrut akibat ditipu rekan bisnisnya hingga mereka pindah dari perumahan elite ke rumah kontrakan di gang. Mamanya, Mirna (Kinaryosih) justru kabur dari rumah untuk berhubungan dengan pria lain, bahkan tega meninggalkan, Wina (Geccha Qheagaveta), putrinya yang masih kecil.

Suatu ketika Wina terjatuh di kamar mandi dan dari hasil rontgen Wina diharuskan menjalani operasi, kalau tidak kakinya infeksi dan harus diamputasi. Wina membutuhkan transfusi darah karena pendarahan, sementara golongan darah Wina cukup langka; A rhesus negatif. Vino yang mempunyai golongan darah yang sama, mengajukan diri. Saat itulah, Calo (Agus Kuncoro) yang sedang mencari pendonor jantung mendengar hal itu, kemudian menawari Vino untuk menjadi pendonor jantung karena ada resipien (calon penerima jantung) yang golongan darahnya sama dengan Vino.

Di rumah sakit itu pula Vino berkenalan dengan Mura (Maudy Ayunda). Sejak saat itu Vino merasa hidupnya berwarna. Vino yang awalnya sempat putus asa hingga bertransaksi dengan Calo, mulai goyah. Ia tidak mau mendonorkan jantungnya meskipun telah menerima sejumlah uang muka dari Calo. Hal itu membuat Calo marah besar. Terlebih Vino juga sudah menggunakan sebagian uang itu untuk membiayai operasi adiknya dan menebus rumah mereka yang telah disita pihak bank.

Vino sangat terkejut dan tidak percaya saat Calo memberitahu bahwa resipien jantung itu adalah Mura. Nah, keputusan apa yang akan diambil Vino? Nyawa siapa yang akan dipilihnya?

Penilaian
Film drama yang bagus dan nggak menye-menye. Penuh dengan pesan moral yang baik dalam menjalani hidup, dan semangat pantang menyerah. Buat yang mengira film ini sad ending, kalian salah besar. Ternyata kisah ini happy ending loh. Gimana bisa? Tonton aja filmnya :p. Dari awal aku udah nebak siapa yang bakal berkorban buat Mura, dan ternyata dugaanku tidak meleset, hahahaha.. :D Nice movie. :)

Salah satu adegan favoritku adalah saat Vino mengajak Mura ke sebuah pertunjukan seni lukis. Si pelukis itu menggunakan pasir yang dilukis di atas kaca. Ia melukis seraya bercerita. Berikut kutuliskan kisahnya, bagus loh. ^.^

Ada laki-laki bernama Amarah. Hidupnya penuh dengan kemarahan, seperti namanya. Hingga ia bertemu perempuan bernama Bening. Perempuan itu sebening embun, hingga Amarah dapat berkaca pada wajah Bening, sehingga amarahnya padam menjadi abu. Abu menempel pada daun, berharap dapat larut, menyatu dengan embun.

Tapi, alam tidak berpihak padanya. Bening mendadak sakit. Andai Bening tahu, Amarah ingin setengah sakit Bening diberikan kepadanya. Amarah mencegahnya, tapi Dewa Maut bersikeras. Bahkan Amarah menawarkan nyawanya. Ia bersedia menggantikan nyawa Bening. Cinta bukan masalah memiliki. Cinta adalah berani untuk pergi, atau ditinggal pergi.
(Yups, Amarah adalah Vino, sedangkan Bening adalah Mura.)

My Favorite Quote
Berikut kutuliskan juga beberapa quote favoritku, cekidot. :p

Dalam Hidup nggak ada jaminan buat terus bahagia. Nggak ada kepastian buat apa pun. Setiap orang bisa terlempar keluar dari kotak rasa nyamannya, secara tiba-tiba. –Vino.

Kita memang hidup dalam sekat-sekat, pengotakan, pelabelan. Dan saat label kita dicabut, kita bukan siapa-siapa lagi.—Vino

(Mura) “Aku nggak pernah ngerasa nggak punya temen. Kadang temen di dunia maya itu lebih real dari yang nyata.”
(Vino) “Berarti kamu eksis di dunia maya dong. Aku nggak yakin orang bisa punya temen beneran dari situ. Di dunia maya, kamu ngebiarin semua orang tahu tentang diri kamu, lewat status kamu. Tapi di dunia nyata, cuma sahabat kamu doang yang tahu kamu gimana.”
(Mura) “Rasanya nggak perlu jadi sahabat kamu buat bisa baca kamu….”

Persetan dengan pengkotak-kotakan. Sekat-sekat yang berdiri tegak diantara manusia. Toh hidup ini dunia nyamannya orang dewasa. Kita pura-pura tua untuk ngelewatinnya. Atau pura-pura jadi anak-anak buat ngehindarinnya.—Vino

“Dia tu kayak gini, Ra. Kamu tau sosoknya ada. Tapi ternyata nggak ada. Nggak ada gunanya sebagai orangtua.” (Vino saat menceritakan tentang ayahnya)
(Mura) “Ya mungkin seharusnya kamu yang coba membuatnya jadi lebih real.”
(Vino) “Loh, kenapa musti aku yang usaha? Kenapa nggak dia aja? Dan kenapa musti aku yang ngertiin dia?”
(Mura) “Kenapa juga harus dia yang ngertiin kamu?”

(Vino) “Ceritanya panjang. Yang jelas, hidup aku nggak semudah hidup kamu.”
(Mura) “Nggak ada hidup yang mudah.”
(Vino) “Sorry, Ra. Akhir-akhir ini aku suka pesimis, kalo ngomongin sekolah, hidup, sama masa depan.”
(Mura) “Baru akhir-akhir ini, kan? Nggak dari kecil kamu tahu kamu nggak bakalan punya masa depan.”

Terkadang untuk menjauhi temen yang kita sayang, kita justru bikin dia marah dan sakit hati. Agar saat kita pergi, kita nggak merasa terlalu kehilangan.—Vino

Kayak kematian, ya? Nggak punya jam, tapi tahu kapan harus dateng. Mungkin itu kenapa kematian itu bagian dari takdir. Dan waktunya udah ada. Kalo buat aku sih, kematian itu kayak ada di tikungan jalan, nggak pernah tahu apa yang ada dibalik tikungan itu. Dan mungkin, itulah saat kita mati.—Mura

Kadang kematian bisa jadi pilihan, Ra. Pada satu titik, pilihan terakhir bisa jadi kematian.—Vino

Yang paling sakit bagi seorang ayah, harus melihat anaknya lahir, tumbuh, terus harus melihat anaknya pergi duluan.—Ayah Mura

Kamu tahu, apa alasan aku bisa jatuh cinta sama kamu? Embun nggak perlu warna biar bisa bikin daun jatuh cinta, Ra. Sama Kayak aku, aku nggak punya alasan nggak jatuh cinta sama kamu.—Vino

Tapi buat aku dan Mura, waktu pernah mematahkan sayap-sayap kami. Dan waktu pula lah yang menyembuhkan, dan mengajari kami untuk tidak menyerah.—Vino


Gambar Cuplikan Adegan
(Hasil searching sama Om Gugel :p)























Regards,


=R=

7 comments:

  1. @rastine: aku nangis pas diakhir-akhir ceritanya. Pas ayahnya ternyata yang menggantikan posisi vino buat donor. :(

    kadang orang yang kita benci sebenarnya orang yang sayang sama kita, cuma kita belum mau tau aja. huhu. nangis deh

    ReplyDelete
  2. @Replika Angan-angan:
    Aku juga berlinang air mata...T.T
    Waduh, kok malah kamu bocorkan ending-nya? Udah susah2 kuumpetin biar pada penasaran... *gubrak*
    Klo Pak Agus bilang, 'PERCUMTAKBERGUN' :p

    Oww, curcol ya? hehehe, kamu masih utang 1 cerita loh sama aku, kutunggu pokoknya! :p *ngingetin-utang*

    ReplyDelete
  3. @Rastine: maaf kelepasan deh. habis ngetiknya ini habis nonton.

    iya, besok aja deh aku ceritain pas udah siap.:)

    ReplyDelete
  4. @replika angan-angan :
    Ya udahlah ya. Terlanjur :(
    Terlalu bersemangat siyyy hahayy :p

    ReplyDelete
  5. makasih banyak atas semua info nya ,,,,,,,

    ReplyDelete
  6. @obat alami glaukoma : sama2 :)

    ReplyDelete

Ungkapkan pikiranmu... :)
*Don't Forget to Leave Your Comment, Please!*

Cara Mengembalikan Akun BBM yang Dibajak atau Dihack (Terkena Hack)

Beberapa hari yang lalu saya mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Akun BBM saya dibajak :( Pertama kali tahu dari teman saya yang ...