Saturday, September 17, 2011

Kenangan Berbingkai Harapan

This picture was taken from here

Mendung menggantung di langit saat kepergianmu pagi itu. Mungkin langit tahu betul isi hatiku yang sebenarnya, sehingga ia bersedia menemaniku yang sedang menangis di dalam hati. Malam sebelum kau pergi, aku telah menumpahkan semua emosi yang beraura negatif itu diam-diam, pelan, dan tanpa suara−meskipun rasanya sungguh susah. Ketika pagi menyapa, usahaku itu tak sia-sia karena aku berhasil tersenyum di depanmu, melepas kepergianmu dengan wajah yang seolah-olah menunjukkan ekspresi *aku-baik-baik-saja* meskipun sebenarnya kesedihan yang cukup tebal sedang menyelimuti hatiku. Beberapa helai kenangan bersamamu−yang menurutku cukup singkat itu−kembali memenuhi rongga-rongga dalam kepalaku. Menyusun beberapa kerangka ingatan, membuat beberapa siluet bayanganmu, dan akhirnya menampakkan sosokmu dalam berbagai ekspresi yang akan selalu tersimpan rapi di memori otakku. Kau yang sedang tersenyum, marah, khawatir, dan ekspresi lucumu ketika sedang bermain gitar milikku yang jarang sekali kusentuh.


Hari pertama saat aku masuk sekolah tanpa kehadiranmu, rasanya ada yang berbeda. Ada yang hilang. Ada yang kosong. Semuanya tampak begitu nyata−bahwa kau tak lagi bersamaku. Aku yang dulu merasa biasa-biasa saja ketika berangkat ke sekolah sendirian, kini merasa aneh karena kau tak lagi ada. Tanpa kusadari, aku telah terbiasa berada di atas boncengan kuda bermesin itu dengan kau sebagai pengendalinya. Aku telah terbiasa memperhatikan gedung-gedung itu dan membiarkan angin pagi yang sejuk membelai pelan wajahku, tanpa harus menatap lurus pada jalanan lagi. Aku percaya, jika kau yang memegang kendali, semuanya akan baik-baik saja.

Kau, yang selalu melindungiku.
Kau, yang masuk dalam daftar nama orang-orang terpenting dalam hidupku.
Kau, yang juga mengajariku tentang banyak hal.
Kau, yang selalu menemaniku menonton film kesukaanku hingga larut malam.
Kau, yang akan berteriak heboh jika tim sepakbola jagoanmu berhasil menjebol gawang lawan.
Kau, yang selalu mengiringiku bernyanyi dengan sebuah gitar.
Kau, yang tak pernah mengeluh ketika harus menungguku keluar dari gerbang sekolah, bertarung melawan cuaca yang panas.
Kau, yang tersenyum jail ketika melihatku cemberut setelah kau berkata, “Kalau mau belajar main gitar, kukunya karus pendek. Besok dipotong dulu ya kukunya, baru deh aku ajarin main gitar.”
Kau, yang tidak pernah merasa takut melakukan sesuatu, apabila sesuatu itu adalah hal yang benar.
Kau, yang kurasa lebih dekat denganku daripada Papa yang jarang sekali kutemui karena sibuk bekerja di luar kota.

Aku ingat persis wajah cowok iseng itu−yang menjadi agak-agak takut bercampur heran, saat kau meraungkan amarahmu lewat gas kuda bermesin itu. Kau membalas raungan keras motor modif-an milik cowok itu dengan gas motormu−yang tak kalah kerasnya. Kau sama sekali tak tahu, bahwa aku sekuat tenaga menahan tawa saat melihat cowok tengil itu masih melongo takjub walaupun sudah terentang jarak beberapa meter yang telah memisahkan kita. Hahaha… tentu saja kau tidak menyadarinya, karena kau masih sibuk menggerutu pelan sampai tiba di depan rumah.

Tanpa kau sadari, kau telah menjadi orang pertama yang mendukung cita-cita dan impianku sejak kecil, hanya dengan mengatakan, “Tulisanmu bagus. Kamu nggak cocok jadi dokter, lebih cocok jadi penulis.”
Beberapa kata darimu itu membuatku lebih termotivasi untuk mewujudkan impianku, menjadi seorang penulis. Namun sepertinya, hanya kau yang setuju jika aku nanti memilih jurusan Sastra saat kuliah. Mungkin, aku nanti memang tidak akan mengambil jurusan Sastra. Tapi kau tahu? Aku tidak akan pernah berhenti menulis. Menulis adalah kebahagiaanku, dan sepertinya kau menyadari hal itu.

Dua minggu itu terlalu cepat berlalu bagiku. Aku sadar, kau harus kembali ke pulau penghasil timah terbesar di Indonesia itu untuk memenuhi tugas dan kewajibanmu. Saat Mama membangunkanku dan berkata bahwa kau ingin berpamitan sebelum pergi, mataku langsung terbuka. Dengan mata yang masih agak memerah, kusibakkan selimut tebalku dan berjalan secepat mungkin ke teras rumah. Aku ingat langkahku yang sempoyongan karena nyawaku belum sepenuhnya terkumpul pagi itu. Kulihat sekilas, jagoan kecilmu itu sama sekali tidak menangis saat kau pergi. Dan, buah hatimu yang satu lagi−yang sangat hobi berdandan meskipun baru kelas 4 SD−justru hanya cengar-cengir seraya menatapmu.

Aku ingat betul, ekspresimu yang berpura-pura akan jatuh pingsan sambil menutup lubang hidung saat kau selesai mencium kedua pipiku sebelum kepergianmu. Aku hanya menonjok bahumu pelan, tahu bahwa kau sedang bercanda (awas kalau memang betulan!!! :p). Tapi, aku juga tidak bisa menyalahkanmu, karena aku memang belum sempat cuci muka atau gosok gigi waktu itu. ;)

Saat aku hendak berangkat ke sekolah setelah melepas kepergianmu pagi itu, aku melihat jagoan kecilmu menangis diam-diam. Kedua matanya sampai memerah, namun ia menangis tanpa suara−mungkin karena takut dibilang banci ‘anak cowok kok nangis’. Tanpa kusadari, seseorang telah berada disampingku.
Dengan wajah polos tanpa dosa, ia bertanya padaku, “Kakak, kenapa Mas Fajar nangis?” ucapnya pelan yang langsung dibalas dengan tatapan heran dariku.
“Papanya kan udah pulang, ya dia sedih lah. Emang kamu nggak sedih? Kok nggak nangis?” tanyaku heran.
“Nggak ah. Ngapain nangis? Kata Mama, kalau Papa pulang nggak boleh ditangisin.” jawabnya penuh dengan ketegaran. Wah, wah, wah. Aku sampai terharu mendengarnya, kemudian aku tersenyum dan mengacak-acak sedikit rambutnya yang telah tersisir rapi. Ia langsung cemberut, dan balik ke meja dandan lagi. Hahaha… ya ampun, baru kelas 4 SD aja udah ganjen amat tuh bocah. Gimana kalau udah gede coba? Tapi dia pantes loh ditiru. Maksudku ketegarannya yang ditiru, bukan ganjennya. =.=”

Selamat jalan Om… sampai jumpa di libur Lebaran tahun depan−atau mungkin tahun depannya lagi. Aku berharap, saat sang waktu telah mempertemukan kita lagi nanti, aku telah menjadi seseorang yang lebih dewasa, dan dapat mewujudkan harapan-harapan yang ditanamkan olehmu, Mama, Papa, Nenek, dan semua orang yang kusayangi dan yang menyayangiku.
:) :) :)



Regards,

=R=

No comments:

Post a Comment

Ungkapkan pikiranmu... :)
*Don't Forget to Leave Your Comment, Please!*

Cara Mengembalikan Akun BBM yang Dibajak atau Dihack (Terkena Hack)

Beberapa hari yang lalu saya mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Akun BBM saya dibajak :( Pertama kali tahu dari teman saya yang ...